Sabtu, 14 Mei 2011

The Story Of Us - Part 1

Maaf kalau terlalu mengada ngada, dan kalau karakter disini nggak sesuai sama kalian :) . Karya ini di buat sekedar untuk menyalurkan hobi. Di baca aja deh pokoknya..

Persembahan untuk : Spesial untuk Alan, Aulia, Nanda, anak anak HPF :) selebihnya untuk para pembaca :D


Namaku Alison Ramona McCartney, lebih tepatnya di panggil Alison. Aku murid kelas 11 di sekolah bergengsi, Princeton High School, Sydney, Australia. Aku penggemar berat penyanyi musik country, Taylor Swift. Hobiku bermain skateboard, dan aku benci jika di haruskan menggunakan rok oleh mamaku. Aku benci memakai anting, gelang, kalung, dress, high heels atau apalah itu aksesoris perempuan. Aku memang perempuan, tapi aku lebih nyaman menggunakan kaos, celana jeans selutut dan sneakers.

Aku mempunyai seorang sahabat laki laki sejak kecil, mungkin itulah yang membuat penampilanku agak tomboy. Namanya Alan, ia juga satu kelas denganku dan rumah kami berdekatan. Ia anak basket, ia pandai menyanyi dan bermain gitar. Ia tampan, putih, berambut pirang, dan tingginya 10 cm lebih tinggi dariku. Kami sering jalan bersama, bersepeda, atau bercanda di balkon rumah. Teman temanku kerap kali menyebut kami 'berpacaran', padahal faktanya tidak! Kami bersahabat, dan ia banyak di kagumi kaum hawa di sekolahku, tentu saja karena dia hampir sempurna dan ia pun anak basket. Hampir setiap hari, ia menarik tanganku dan mengajakku bersembunyi di manapun dari kejaran anak anak seantero sekolah saat istirahat. Akibatnya aku sering tidak mengisi perutku saat itu. Tapi ia baik, ia sering mengajakku makan di restoran sepulang sekolah, hanya sebagai balas budi tentunya. Tak lebih.
Anehnya, ia belum pernah pacaran. Ia selalu menolak semua gadis yang mengungkapkan cinta kepadanya. Jika ada yang memberinya cokelat atau apapun, ia akan memberikannya padaku. Aku dipihak yang untung.

Kakakku, Nanda Bilius McCartney, seorang anak kuliahan di Bristol-Hillman Music Academy. Ia lebih memilih sekolah di jurusan Musik, papaku sempat melarangnya dan menyuruhnya mengambil jurusan Kedokteran di New South Wales University. Tapi apa daya? Dari kecil ia memang mencintai musik dan tak ada yang bisa menghalangi keinginannya itu. Ia mahir bermain piano dan biola. Tampak jelas perbedaanku dengannya, ia seorang cowo yang 'ups' mungkin sedikit lembut, sedangkan aku, seorang manusia dari kalangan hawa yang akan memberontak jika di suruh menggunakan high heels, dalam darahku, tak ada sama sekali bakat bermain musik seperti Nanda, mungkin aku hanya bisa menyanyi. Itupun asal asalan dan karena aku mengikuti kemauan mama untuk les menyanyi.
"Ubahlah sifatmu itu, Alison. Kau tak wajar, seharusnya kau bermain piano, atau apalah seperti ka Nanda. Tapi kau malah sibuk dengan skateboardmu itu. Kau harus mengubah dirimu sebagai gadis selayaknya"
Itu ucapan mamaku 6 bulan yang lalu. Dan semenjak itu, aku diikutkan les menyanyi di tempat les terkenal. Tapi hasilnya mengecewakan, aku sama sekali tidak bisa menyanyi anggun atau minimalnya merdu seperti teman lesku, Viola. Akhirnya, mama-pun memberhentikan kegiatan lesku ini.

Saat ini pukul 06.30, dan aku masih memeluk bantal kecil bertuliskan "SWIFT" di samping kiriku.
"KRIIIING… KRIIING!!!"
Suara jam beker di sampingku menggelegar keras membangunkanku di udara musim semi ini.
"Aaarrgghh.."
Jam bekerku tak mau berhenti menyanyi dengan suara khasnya. Aku menguap lebar dan duduk diatas kasur bermalas malasan. Aku berjalan menuju MP3 Player di samping meja belajarku dan menekan keras tombol 'play'. Sedetik kemudian, lagu Speak Now - Taylor Swift mengalun keras dan memenuhi ruangan. Aku membuka tirai putih bermotif planet planet kecil dan 'SPLASH' sang surya menyorotkan sinarnya ke arahku.
"Aaah!"
Aku menyipitkan mataku, melanjutkan untuk membuka jendela dan bergegas meninggalkannya.
Kubereskan kasurku yang acak acakan, dan terbawa arus musik yang dilantunkan. Aku merasa semangat pagi ini.

"Don’t say yes, run away now
I’ll meet you when you’re out of the church at the back door
Don’t wait or say a single vow
You need to hear me out
And they said, speak now"

"ALISOOON!!"
Argh! Itu pasti suara Nanda, dan benar saja, karena sesaat kemudian ia membuka pintu kamarku.
"Kecilkan volumenya atau tak segan segan ku banting MP3 Playermu" ucapnya.
"Ini volume paling kecil, lagipula apa pengaruhnya, toh kamu tidak merasa terganggu kan?"
"Aku sedang mengajari Aulia bermain biola, dan ini butuh ketenangan, kebetulan kampus kami libur dan kami ingin bermain musik bersama"
"Ada Aulia? Main biola? Yasudah, sana main dan tutup pintunya!"
"Kecilkan dulu volumenya" ujarnya sambil mendekat ke arah MP3 Player.
"Ini sudah paling kecil, Nanda! Mungkin memang lagunya aja yang terlalu keras suaranya"
"Kalau begitu, ganti lagu slow dan lembut"
"Males, nanggung.. Lalalala, She floats down the aisle like a pageant queen"
"ALISOOON!!" suaranya melengking.

Brak! Ia membanting pintuku dan aku hanya tertawa cekikikan. Aulia Drew Fletcher, ia teman kampus Nanda, sekaligus pacarnya. Aulia memang sosok yang cantik, anggun, cerdas, dan ia pandai bermain gitar. Ia benar benar tipikal perempuan yang benar benar dewasa.

Aku mengganti lagu di MP3 Playerku, Breathe - Taylor Swift. Ah, lagu ini terlalu lembut. Pagi ini aku ingin lagu yang menggugah semangatku untuk berangkat sekolah di Princeton jam 8 nanti.
Drrt..Drrrt..
Blackberry-ku bergetar di samping jam bekerku, aku batal untuk mengganti lagu dan duduk di atas kasur kembali. Ku ambil gadget kesayanganku tersebut, dan menatap layarnya untuk membaca sederet huruf dari si pengirim.

Selamat pagi, Alison jelek!  Peermu sudah kau kerjakan? :)

Alan

OH MY GOD!! Aku lupa mengerjakan PR Biologi. Minggu lalu, Mrs. Heidy memberi kami lembaran soal Biologi untuk di kerjakan dan dikumpulkan pada minggu berikutnya. Tapi memang aku malas, dan inilah akibatnya. Terlintas kembali bayangan sebulan yang lalu, ketika aku di panggil oleh Kepala Sekolah, Mr. Favian, karena aku tidak mengerjakan soal Matematika sebanyak 150 soal. Akibatnya, aku harus mencabut rumput rumput di lapangan sekolah. Telapak tanganku lecet seketika. Aaah! Apa yang harus aku lakukan? Aku tak mungkin mengerjakan 100 soal uraian ini dalam waktu sekejap, lagipula aku pun belum mandi, sarapan, dan menyiapkan buku buku pelajaran. Alison!! Kau terlalu malas!
Otakku sibuk memikirkan cara untuk menyelesaikan PR ini. Ahaa!! ALAN!!
Jempolku sibuk menekan keypad keypad di Blackberryku.

Lan, aku lupa mengerjakan PR Mrs. Heidy, kau tak ingin sahabatmu ini dihukum oleh Mr. Favian kan? Bantu aku, please. Aku salin PRmu, aku janji akan mentraktirmu Kentucky pulang sekolah.

Aku sangat mengharapkan bantuan Alan. Pikiranku kalut akan hukuman yang akan kuterima nanti. Aku menyambar handuk dan beranjak ke kamar mandi.


***

Teng.. Teng.. Teng..
Bel sekolah berbunyi. Pertanda bahwa pelajaran pertama akan dimulai. Untunglah, karena Biologi bukan pelajaran pertama, tapi pelajaran ketiga.
Alan duduk di sampingku dan aku sibuk menyalin uraiannya di lembaranku dengan kilat. Tulisanku tak lebih buruk dari ceker ayam. Tentu karena aku gugup, tapi dalam waktu 10 menit aku berhasil menyalin uraiannya. Alan hanya menggelengkan kepalanya ketika aku mengatur nafasku yang 'ngos ngosan'.
Mrs. Regina, guru Musikku masuk ke kelas untuk mengawali sekolah hari ini. Suasana sepi seketika. Anak anak duduk tegak di kursi mereka.

"Selamat pagi, anak anak" Sapa Mrs. Regina
"Selamat pagi, Mrs." seru anak anak serempak
"Sebelum kita mengawali pelajaran Musik pagi ini, Mrs. akan memberitahu kalian tentang acara Summer Party di liburan musim panas nanti. 1 minggu setelah hari terakhir sekolah nanti, akan di adakan Summer Party di Sydney Opera House. Pukul 19.00 sampai tengah malam. Untuk kalian semua, di harapkan bisa mengikuti acara ini. Tidak wajib membawa pasangan, karena tujuan acara ini hanya untuk bersenang senang. Boleh mengajak saudara, teman atau tetangga. Kami dari pihak sekolah hanya ingin menyampaikan pemberitahuan. Terimakasih"
Mrs. Regina mengakhiri pengumuman aneh tersebut.

Beberapa dari teman kelasku loncat kegirangan, ada juga yang hanya menunduk, dan terdiam. Aku sendiri tanpa ekspresi, kulirik Alan di sampingku, ia tampak tersenyum kecil.
"Ah, anak ini pasti merencanakan sesuatu, aku tau persis seperti apa ia" batinku.

"Ehm, kenapa nih senyam senyum?" kataku mengagetkannya.
"Eh, nggak papa, aku hanya memikirkan dengan siapa aku berdansa nanti.." ucapnya.
"Dansa? Maksudmu?"
"Iya Alison, inti dari acara Summer Party bertahun tahun itu Pesta Dansa, kau ingat kata Mrs. Regina, tidak wajib membawa pasangan. Itu berarti, setidaknya kita saling membawa pasangan"
"Oh" aku hanya ber'oh' ria.
"Jadi, dengan siapa kau pergi ke Summer Party?" tanyanya serius.
"Oh ehm.. Aku sama sekali tak pernah memikirkan itu, kurasa aku akan datang sendirian. Oh tidak, aku akan mengajak Nanda dan Aulia, kurasa aku tak kesepian. Kau sendiri?" jawaku ogah ogahan, ia menunduk.
"Aku tak mengerti, aku tak yakin aku bisa mendapatkan pasangan"
"Hey, pasti lah ada. Kau tampan, anak basket, kurang apa? Lagipula ku lihat, Ginny sedari tadi memandangmu, ia pasti sangat antusias kalau kau mengajaknya"

Ginny teman sekelasku, dan ia memang 'naksir' Alan.

"Oh tidak!! Sudahlah, aku benci anak perempuan disini, terutama Seven Angels. Mereka hanya menginginkanku. Oya, kalau di Pesta Dansa nanti, ada seseorang yang mengajakmu berdansa, apa kau akan menerimanya, Alison?"
"Entahlah, kurasa begitu" jawabku tanpa banyak pikir.

Ia tersenyum kecil seperti 5 menit yang lalu.

***

Bruk! Aku melempar tasku ke atas kasur, Nanda ada di kamarku membaca novel "Sherlock Holmes".

"Alison" sapanya.
"Ada apa?" sahutku sambil melepas sepatu.
"Bagaimana PR Biologimu, kau menyalinnya dari Alan kan?" ia menutup bacaannya
"Darimana kamu tahu?"
"Alan menceritakannya padaku tadi, saat mengantarmu ke depan pintu. Dan ehm, rupanya kalian habis jalan jalan, benarkah?" tebaknya.
"Oh, sial. Tapi ya sukses, aku baru ingat ada PR tadi pagi dan ya kami memang habis jalan jalan, ke Kentucky, mentraktirnya. Kenapa?"
"Kurasa hubungan kalian semakin dekat" ia mulai menggodaku, pasti.
"Oh tidak, sedari dulu kami memang bersahabat. Oya ka, ada Summer Party di Sydney Opera. Kau mau ikut, Nanda? Dengan Aulia"
"Aku sudah tau, Alan memberitahuku. Mungkin saja, kau datang bersama Alan kan?"
"Alan? Entahlah, ia pasti datang dengan teman basketnya"
"Kau cemburu kan? Aaah, adikku mulai jatuh cinta"
"Tidak! Sama sekali tidak! Jadi, acara Summer Party berlangsung 2 minggu lagi?"
"Yap! Dan minggu depan hari terakhir sekolahmu, Alison"
"Aku enggan ke acara itu"

Ia pergi begitu saja dan tidak menutup kembali pintu kamarku. Aku memikirkan Summer Party, sebenarnya aku tidak sama sekali menaruh minat pada acara tersebut. Tapi, hati kecilku membisikku "Apa salahnya ikut, Alison? Kau remaja dan silahkan bersenang senang di malam itu"
Ada benarnya juga, hanya satu malam itu. Siapa tau, aku mendapat banyak teman dan berdansa dengan pangeran tampan seperti di dongeng dongeng.

***
Matahari tenggelam di ufuk barat. Burung burung beterbangan kembali ke sarangnya, langit langit biru berubah menjadi lembayung senja berwarna pink keunguan. Kerlap kerlip lampu lampu kota Sydney menyala mengawali munculnya bulan dan permata permata di kain beludru hitam. Sekawanan jangkrik di keluar dari semak semak dan bernyanyi menambah keindahan suasana malam di rumah Alan. Hening.

Alan sibuk memetik senar senar gitarnya. Mulutnya komat kamit tak karuan mendendangkan irama lagu That's Should Be Me - Justin Bieber. Malam ini, aku menemaninya dirumahnya. Mama dan Papanya pergi ke Queensland untuk beberapa waktu. Dan ia kesepian di rumah. Aku langsung mengiyakan begitu ia mengabariku lewat sms. Nanda dan Aulia sedang bermain biola saat itu dan mereka sepertinya tidak memperdulikan keberadaanku dirumah. Aku langsung menyambar skateboardku begitu Alan memintaku pergi ke rumahnya.

"Kau pernah jatuh cinta, Alison?" Ia meletakkan gitarnya dan bertanya seolah tanpa dosa hingga membuat pipiku, agak memerah.
"Pernah, aku pernah merasakannya, bagaimana denganmu ?"
"Aku tak pernah, padahal aku 16 tahun."
"Benarkah? Pantas saja kau enggan pacaran"
"Untuk itu, aku ingin sekali pergi ke Summer Party, siapa tahu aku bertemu seseorang dan jatuh cinta padanya"
"Kalau begitu, kau pasti ikut" jawabku malas.
"Belum tentu, orang tuaku belum mengabariku kapan mereka pulang dari Queensland. Kau mau pergi ke Summer Party, Alison ?"
"Entahlah, belum ada keputusan, mungkin ya, mungkin tidak"

Aku memandang wajahnya di remang remang. Oh, ia memang tampan. Mata sipit coklatnya, hidung yang agak mancung, rambut pirangnya dan dengan secuil bakatnya, menyanyi, gitar, basket. Pantas saja ia di gandrungi banyak perempuan. Alan memang cinta pertamaku, tapi tidak lagi. Aku sadar bahwa ia di takdirkan untuk menjadi sahabatku.
Pipiku kembali memerah, sebelum ia sadar apa yang terjadi, aku menutupinya dengan jaket. Ia memandangku dan aku hanya terpaku, mata kami bertatapan, hening. Jangkrik jangkrik terus bernyanyi di malam akhir musim semi ini.

***

7 hari berlalu, ini hari terakhir sekolah. Udara panas mulai menyelimuti kota Sydney. Musim semi hampir berakhir dan musim panas akan segera tiba. Itu artinya, sekolah memasuki waktu liburan. Burung burung berkicau terbang mengitari jalanan, air mancur dan gedung gedung tinggi di keramaian Sydney. Matahari bersinar lebih terik dan membuat orang orang enggan keluar rumah, mereka akan memakai topi fedora atau kacamata hitam untuk menghindari terik matahari.
Aku melangkahkan kakiku tergesa gesa menuju Princeton High School, pagi ini aku bangun agak kesiangan. Aku tak sempat meluangkan waktuku untuk melahap roti selai yang dibuatkan mama, Nanda masih melingkarkan tangannya ke guling ketika aku memintanya untuk mengantarkanku berangkat sekolah. Tak terlihat satupun busway di Sydney. Aku terpaksa harus menguras lebih banyak keringat di pagi ini. Untung saja, jarak sekolah dan rumahku tak begitu jauh dan hari ini tidak ada pelajaran. Tentu saja, karena ini hari terakhir sekolah.
Setelah 15 menit berjalan terengah engah, aku tiba di halaman Princeton dan langsung menghampiri Monalisa, teman sekelasku.

"Mona, mona! Kau melihat Alan?"
"Tadi aku melihatnya, ia menanyakan keberadaanmu, ku jawab saja kau belum berangkat."
"Lalu kemana ia?"
"Hahahahaha… Kau pura pura tak mengerti, Alison?" ia tertawa keras, beberapa anak lain menoleh ke arah kami. Aku tersenyum kecut.
"Mona, mona.. Kita jadi pusat perhatian, kenapa sih ketawa? Alan mana?" tanyaku polos.
"Kau tau acara Summer Party kan? Jadi, sedari pagi, dia lari lari tuh, sembunyi dari kejaran cewe cewe yang mau ngajak dia ke Summer Party" jelasnya sambil cekikikan.
"Astaga Mona!! HAHAHAHAHAHA" aku tertawa lebih keras dari Monalisa.
"Alison! Alison! Astagaaa.. Lihat! Ezra melihatmu daritadi, hati hati.. Kau bisa dikira orang gila!"
"Maaf, maaf.. Hahaha, jadi Alan di kejar kejar cewe? Aku tak bisa membayangkan ekspresinya"
"Sudahlah Alison. Oya, jadi kau pergi dengan siapa ke Summer Party?"
"Umm, ehm.. Aku tak tahu, aku tak begitu tertarik. Bagaimana denganmu, Princess Mona?"
"Sudahlaaah, entahlah, tapi aku sedang menanti seseorang"
"Ahaaay, Mona ehm.. Cie cie, siapa Mona, boleh aku tau?"
"Alison, sudahlah, kau menggodaku dari tadi. Dia itu umm, Hendri.. Ya, Hendri Longbottom"
"Kau menyukainya Mona? Oh astagaa.. Ayo kau ajak dia ke Summer Party, lagipula apa salahnya kau mengajaknya. Kau bisa menemuinya di perpustakaan, setauku dia paling sering nongkrong disitu, dan hey! Kau bisa menanyakan terlebih dahulu seperti ini, Hey Hendri, kalau boleh tau, kau pergi ke Summer Party dengan siapa? Dan kurasa belum ada yang mengajaknya, ayo Mona ku antar kau sekarang ke perpustakaan" aku berbicara tanpa berhenti dan langsung menyeret tangan Monalisa.
"Alison! Alison!!" ia melepaskan genggamanku.
"Ada apa?"
"Tak semudah itu" ia menunduk.
"Kenapa?"
"A-a-a-aaa-aku malu, lagipula sepertinya Hendri mau pergi dengan Henrika, ya Henrika Smith"
"Henrika? Mantan Hendri itu?! Bukankah mereka putus?"
"Iya, tapi Hendri masih mencintainya. Henrika yang memutuskan hubungan itu, aku tak mungkin mengajak Hendri."
"Oke, aku mengerti, maafkan aku. Jadi, kau tak ikut ke Summer Party, Mona?"
"Aku tetap ikut! Walau mungkin tak ada pasangan, inti dari acara itu kan have fun!!"
"Jadi kau tak sedih?"
"Tidak Alison! Aku tidak terlalu mengharapkan Hendri"
"Naah gitu dong, Monalisa."
"Baiklah, kalau kau tidak keberatan. Permisi, aku ditunggu Revita dan Yohana di lobby, selamat pagi Alison"
"Hati hati, Monalisa. Senang berbicara denganmu"

Ia berjalan ke lobby sekolah, sosoknya lenyap dari pandanganku. Ku letakkan buku yang ku bawa sedari tadi di pangkuanku, aku duduk di kursi panjang dekat patung logo sekolah. Aku menyapu pandangan ke seluruh halaman, semuanya menyibukkan diri dengan mengobrol, mendengarkan musik, membaca buku, dll.
Aku hanya duduk menunggu Alan, biasanya ia akan datang sendiri dan mengajakku berbicara.
10 menit aku duduk, tak ada tanda tanda kehadiran Alan di halaman. Aku bosan dan ku nyalakan ipod hijauku. Fifteen - Taylor Swift. Rasa bosanku sedikit lenyap.

Aku mengharapkan Alan yang menghampiriku, ternyata bukan! Bukan Alan, tapi "Seven Angels"! Sekelompok geng terkenal di Princeton, 7 gadis ini terkenal akan kecantikan, kemodisan, dan 'ups' jumlah uang di kantong mereka, sayang sifat mereka tak sesuai dengan rupanya. Mereka.. Aih!! Tidak bisa di ungkapkan dalam kata kata tentang kegenitannya. Banyak kaum pria di Princeton yang mengincar mereka dan mau melakukan apa saja demi mendapatkan mereka, apa saja! Kecuali Alan, ia tak pernah menyukai Seven Angels. Justru ia ILFIL!
Ketua geng mereka, Putu, tentu saja mungkin yang paling cantik dan paling modis, ia paling terobsesi mengincar Alan! 6 anggota lain sama modisnya, mereka sama menyebalkan. Monica, ternyata ia-lah penyebab rusaknya hubungan Hendri dan Henrika. Stefani, ia juga terobsesi dengan Alan, tapi ia harus mengalah dengan Putu. Wardah, dia anak yang keranjingan 'shopping', pernah ketika pelajaran Fisika, ia sama sekali tidak mencatat materi. Ia malah menghitung uang untuk shopping nanti di bawah laci, entahlah mungkin shopping sudah menjadi makanan sehari harinya. Rhia, ku akui ia memang cantik, paling cantik! Bahkan lebih cantik dari Putu, sayang ia tak pernah naik kelas 2 kali. Nadya, ia modelling terkenal di Sydney, pantas saja Putu langsung merekrutnya menjadi salah satu bagian Seven Angels. Terakhir, Dikca, Ia anak ter-FREAK dengan make up, ia selalu ingin tampil dengan wajah penuh 'ehm' lipstik, softlens, dan apa lah itu macam macam make up.

Aku menyambut kedatangan mereka dengan enggan, ku matikan ipodku dan mulai menyiapkan mental untuk menghadapi mereka.

"ALISON!!" jerit Putu. Semua anak menoleh ke arah kami, termasuk Syifa dan Ery yang sama sama memakai headphone. Aku berdiri dan mereka bertujuh berdiri memutariku.
"God, apa yang akan mereka lakukan? Alan! Alan!! Kamu dimana? Aku butuh bantuanmu" batinku dalam hati.

"Mau apa kalian?" tanyaku tanpa takut.
"Masih nanya lu? Songong!! Nadya ambil ipodnya!" jerit Putu, suaranya menggelegar.
Dalam waktu beberapa detik, kami menjadi pusat perhatian banyak orang.
Nadya merebut Ipod dari tanganku, diberikannya kepada Putu, dan ia membantingnya.
Layar Ipodku pecah.
"Putu! Inikah yang kamu mau?" PLAK!! Ku tampar pipinya keras, Rhia langsung mendorongku hingga aku terjatuh.
"AAAWW!!" telapak tanganku tergores pecahan kaca Ipod, sebagian telapak tanganku berdarah. Tapi aku tak menangis, Wardah, Dikca, dan Monica tertawa keras.
"Harusnya kau lebih tau diri, cewe macam kamu, ga pantes deket deket sama Alan!" seru Stefani, ia menjambak rambutku dan memaksaku berdiri.
"AAAWW!!" aku mengerang kesakitan.
"Stefani, cukup! Ia tak bersalah! Kau kurang ajar!" kata Syifa seraya menghampiri aku dan Stefani, Stefani mendorongnya hingga jatuh.
"Syifa.. Syifa.. Kau tak apa?" Ery membantu Syifa berdiri.
"Aku tak apa"
Disaat seperti ini, aku hanya bisa terdiam, menerima semua cacian mereka tentangku. Aku tak pernah mencari masalah dengan mereka, mereka-lah yang mencari masalah denganku, ini pasti karena Putu!! Ia tak ingin aku dekat dengan Alan.
"Alison! Perlu kau ingat, jika kau pergi ke Summer Party dengan Alan, nyawamu takkan bertahan di acara itu!" seru Wardah.
"Kau seharusnya sadar bahwa Alan tak mau dengan gadis tak cantik sepertimu, pergilah dengan tukang kebun Princeton, kau pantas dengannya!" Monica tak mau kalah.
"HAHAHAHAHA, ingat! Kau tak pantas dengan Alan, hanya Putu seorang-lah yang pantas dengannya" kata Rhia.
"Bisakah kalian berhenti mencaciku? Sudah cukup! Aku tak pergi dengan Alan, puas?" aku mulai mengeluarkan air mata.
"Kau memang pembohong Alison! Kau pergi dengan Alan kan? Kau dekat dengannya dan kau pasti merayunya lebih awal, dasar manusia menjijikkan!" Dikca ikut menimpali.
Putu mendekatiku, aku tak bisa berbuat apa apa, tanganku terlalu sakit di gerakkan, rambutku masih di genggaman Stefani, dan darahku masih mengucur.
"ALISON RAMONA MCCARTNEY! Seharusnya kau tahu diri! Alan hanya akan mau pergi dengan cewe sepertiku, kamu tak se-level dengannya, lihat mukamu! Kau tak lebih dari seekor monyet! Dan asal kau tahu, sebenarnya kau tak pantas pergi ke Summer Party! Mulai sekarang! Kau tak boleh dekat lagi dengan Alan! Alan akan segera menjadi milikku!" cemoohnya.
"Kami hanya bersahabat! Dan kukatakan sekali lagi kalau aku tidak pergi dengan Alan, kau boleh mengajaknya, kau boleh mengataiku kasar, kau boleh memacarinya, aku tak peduli itu! Tapi jangan perlakukan aku seperti hewan, aku manusia put!!!"
"Pinter banget lo, nyeramahin gue! Inget aja…."
"PUTU !!!!!!!!!!"

Alan datang dari kejauhan, ia tampak murka. Stefani melepaskan rambutku dan mendorongku ke tanah. Aku hanya terdiam dan mengusap air mata dengan tangan kiriku.

"PUTU!! BERHENTI GANGGU ALISON! KELAKUANMU INI MEMALUKAN! INGAT SAJA!! AKU TAKKAN PERGI KE SUMMER PARTY!! TAK AKAN!! SEKARANG PERGI!!"
"Tapi, Alanku sayang.."
"PERGI!!!"

Wardah, Dikca, Rhia, Nadya, Stefani, Monica, mereka berdiri mematung.
"Ingat Alison! Tunggu pembalasanku!" ancam Putu sebelum ia pergi.

"Kalian ngapain liat liat?! Pertunjukkan selesai! Bubar!" seru Alan.
Semua anak pergi meninggalkan kami, kecuali Ery dan Syifa. Mereka mendekatiku dan mengangkat tanganku.
"Sepertinya sakit Alison, sabarlah" kata Ery.
"Sebaiknya kau bawa Alison ke Mr. Kim, ia akan mengobatinya" saran Syifa pada Alan.
"Terimakasih Syifa Ery, biar aku yang urus Alison" kata Alan.

Syifa dan Ery meninggalkan kami berdua. Alan memapahku duduk di kursi yang ku singgahi 15 menit yang lalu.
Air mataku berhenti, tapi darahku tidak.
"Alison, kau tak apa? Aku cemas, maafkan aku, aku mencarimu, dan ternyata.."
"Aku tak apa"
"Kau bohong, biar ku bawa kau ke Mr. Kim"
"Sungguh aku tak apa, oh.. Ipodku.." Alan mengambil Ipodku yang tak utuh lagi.
"Sayang sekali, mereka yang merusaknya, sepertinya tidak bisa di betulkan, Alison" ia membolak balik Ipodku. Ku rebut dari tangannya dan ku masukkan dalam tas.
"Kau benar tak ingin pergi ke Summer Party, lan?"
"Tidak! Setelah apa yang Putu lakukan padamu, aku enggan pergi ke acara itu."
"Maafkan aku lan, ini semua salahku, karena aku terlalu dekat denganmu, Putu mengira.."
"Tidak, sama sekali tidak Alison!! Kau memang sahabatku, dan wajar saja kalau kau paling dekat denganku, tak usah hiraukan kata kata Putu"
"Terimakasih"
"Alison, kali ini kau tak boleh mengelak, kau harus ikuti aku ke Mr. Kim, ku lihat darahmu tak mau berhenti"

Akhirnya, ia membawaku ke Mr. Kim, perawat di ruang kesehatan Princeton.

***



***

To be continued...

Minta komennya yaa :)
Kritik lebih bagus ! I don't hate comments :)

Senin, 09 Mei 2011

Lukisan Putih di Hatiku - Karangan : My bestfriend ! Tami Afganisme :)

Hai READERS :)
Kali ini gue mau posting PUISI karangan sahabat gue.
Gue sendiri sih gak bisa bikin puisi :p haha
Sahabat gue bernama MUAMILA TAMI ini lah yang jago banget buat puisi
Dan lebih mengharukan lagi, dia bikin puisi tentang gue :)
God, Makasih banget buat si Tami itu :)
Cekidot !


Lukisan putih dihatiku


Hampir sempurna seluruh rasaku
Bahkan mungkin telah lebih dari sebuah kata sempurna
Hingga sudah terjalin rasa yang semakin dalam
Yang tak mampu ku lepaskan meski kadang aku tepis

Tak mampu aku lewatkan sedetikpun hilang memikirkanmu
Tak luput pandanganku mencarimu walau itu semu
Tak jarang aku bernyanyi sesuai nada hati
Dan tak pernah aku rasakan gejolak rasa yang sebegitu hebatnya


Aku memang kuat, namun aku melemah
Aku coba tahan, tapi aku merapuh
Dirimu bagai candu hidupku yang mulai menyatu
Aku terkendali, tapi kadang pula menjadi jadi
Dirimu menghantui hingga kuluapkan seluruh emosi ini

Aku tenang
Untuk coba lupakan cerita kita yang begitu panjang
Aku menyanyi
Agar hidupku tak lagi sunyi walau kau tak lagi di sisi
Aku lari
Agar ku pergi sendiri tanpa bayangmu mengikuti
Aku tak mampu
Tak mampu berjuang melupakan setitik bayanganmu itu
Dan aku mampu
Mampu bertahan untuk hidup walau hanya dengan bayanganmu

Satu yang harus kau tau
Kau adalah segores lukisan putih dihatiku
Merubah semua yang dulu kelabu
Yang tumbuh menjadi cinta dalam hidupku
Yang membunuh seluruh rasa takutku
Dan membuatku takkan melepasmu


Waaah, aku sampe terharu bacanya
KEREN banget ! Jago bener dia kalo masalah sastra
Wuih, makasih tamii :)
You're my truly bestfriend