Lembar demi lembar ku
buka. Buku kecil usang itu penuh dengan coretan kisah masa remajaku, lebih
tepatnya masa SMA. Guratan pena melontarkan huruf demi huruf membentuk kata dan
berpadu merangkai kalimat. Bercerita tentang bagaimana dulunya aku berambisi menjadi
yang terbaik di seantero kelas, tentang bagaimana rasa kecewa kala terdepak
dari ekstrakulikuler bergengsi hanya karena aku bukan "dia" yang
populer. Pun bagaimana aku memutuskan keluar dari organisasi hanya karena
sesuatu yang cukup sepele, dan berkali - kali menjadi acuanku hingga akhirnya
aku berhasil menebus kesalahan itu, dengan
menjadi ketua departemen sebuah organisasi di kampus. Dan semua program
kerjaku berjalan lancar.
Namun sama seperti
gadis lainnya, masa remajaku tak luput dari sesuatu yang bernama cinta. Aku
merasakan rasa suka dan kagum berkali - kali, dan berhenti di satu titik, satu
huruf berawalan D, bahkan hingga kini aku masih mencintainya. Teman sekelasku
di masa SMA pula, yang sibuk menatap papan tulis dan mencatat. Membuka buku,
dan belajar. Kau tidak lebih dari akademis, namun juga aktivis. Di sela - sela
padatnya waktu belajar, kesibukanmu menjadi pengurus di organisasi berkelas,
dan atletis di ekstrakulikuler, tidak menyurutkan sinarmu. Prestasimu tetap
gemilang. Tak heran saat prom night, kamu berdiri gagah dengan suitan jas dan
setangkai mawar putih dalam genggaman, kamu berdiri gagah dan bangga sebagai
murid teladan. Kamu selalu menjadi bintang, di hati guru - guru, teman -
temanmu, tanpa terkecuali aku.
Aku yang tak pernah
kau sapa ataupun kau ajak berdiskusi. Yang hanya melengos pergi saat aku
meminta bantuan. Yang tetap menatap kosong saat aku menginjak 17 tahun, dan
teman - teman disebelahmu bergantian
menjabat tangan, memberi ucapan selamat. Kamu, sekedar menolehpun tidak. Yang
membantuku mengerjakan soal saat menuju ujian, namun tidak membalas saat aku
berterimakasih. Yang tetap melenggang pergi tanpa bertukar senyum saat
berpapasan. Ah, aku tahu. Perlakuan dinginmu tak lebih karena ejekan kala kita
mengerjakan proyek itu. Dan sejak itu, kita tak lagi bertukar sapa.
Seiring berjalan waktu
sikapmu kembali hangat hingga hari kelulusan tiba. Hari yang aku tahu, hanya
akan ada beberapa kesempatan untuk dapat berjumpa denganmu kembali. Beberapa,
bahkan mungkin tidak. Karena kita terlalu sibuk dengan perjalanan hidup menuju
masa depan, demi senyum orang tua yang terukir saat kita akhirnya memakai toga
dengan bangga. Kembali berdiri tegak dengan gelar sarjana teknik kita. Dan
hingga saat itu, aku masih saja mencintaimu. Masih saja mencintaimu, meski
tidak satupun aku bertukar kabar denganmu.
Aku tersenyum, kembali
memfokuskan dengan lembaran diary yang ku temukan di rumah lamaku. Aku baru
kembali sebulan yang lalu dari pekerjaan proyekku di Sweden. Kembali pulang
untuk sesuatu yang penting. Mengistirahatkan otot yang terlalu lama bekerja, mata
yang terlalu lama berkutat pada layar, menelisik satu demi satu gambar pipa,
berpindah dari apartemen menuju lokasi proyek. Setiap hari begitu.
Kembali pulang ke kota
kelahiran. Ke pangkuan Ayah dan Ibu yang usianya semakin senja, namun jiwanya
tetap hangat nan kokoh demi anak - anaknya. Bersendau gurau dengan adik yang
beranjak dewasa. Ah, sudah lama sekali rasanya…
Aku menyesap secangkir
teh hangat yang ibu sediakan pagi ini. Teh kesukaanku. Kemudian kembali mematut
diri di depan cermin dan menghela nafas. Jantungku berdegup hebat. Diary
cokelat usang masih dalam genggamanku, masih membuka lembarannya yang kian menguning.
Hingga jatuh di halaman terakhir. Kosong. Dan ku tutup segera ketika ku dengar
seseorang mengetuk pintu kamar.
"Andis,
bergegaslah! Kau tidak ingin pengantin pria menunggu kan?" suara lantang
Kayla, adikku, menerobos pintu kamar dan menusuk gendang telingaku seketika.
Kemudian, ia membuka pintu.
"Sabarlah,
beberapa menit takkan masalah baginya. Lagipula, masa menunggu kami sempurna
selesai. Tidak akan ada lagi setelahnya. Hmm, kurasa 10 tahun bukan waktu yang
cukup lama, ya? "
Ya, pagi ini
pernikahanku dengan Damar, dan aku tidak pernah merasa sebahagia kali ini.
Kurasa aku tahu apa yang akan ku tulis di lembar kosong terakhir di diary
usangku. Love, D.
0 komentar:
Posting Komentar