Kamis, 08 Maret 2018

(re)born


Thinking of my college life will be end in few months. Next gue mau ngapain ya? Throwing back jaman gue masih jadi remaja and fangirl anywhere, gue inget goals yang pengen gue capai di tahun-tahun penghujung duaribu belasan. Gue pengen rutin nulis, dan bisa publish buku. Berkaca pada kegiatan gue selama kuliah yang berkutat tugas besar, kuis, dan ujian, kayanya dunia persilabus-an gue sekarang dipenuhi kata kata ke-TL-an. Akan sedikit susah plus butuh effort untuk balik nulis dengan bahasa gue lagi. Tapi, since writing is my passion. Dimana tiap gue kelar nulis akan menghasilkan kepuasan tersendiri, dan mengingat academic goals gue cuma seputar Tugas Akhir. Then, gue balik nge-blog / nge-tumblr. Itung-itung keluarin racun, lah.


Throw back lagi, kayanya terakhir gue nulis hura-hura pas jaman MABA. Yep, dulu, sumpah, pengkaderan nguras waktu banget. Tapi gak lah ya ga akan bahas pengkaderan disini, gue bukan pakar, bukan "alumni" pengkaderan terbaik juga. Intinya, gue dah lamaaa banget gak nulis. "Tapi kan lo bikin majalah dan liputan di himpunan, fa". Beda, guys. Tahun 2015 dan 2016, yang gue tulis kebanyakan berita, sejenis soft news, artikel, which kontennya semua mikir, ditunjang data dan fakta, dan dikemas dalam bahasa yang gak bercandaan. Jadi sebegitulah gue learnin something new and challenging. Jadi tulisan gue gak seberapa receh banget, dan berbobot pada waktu itu.



Oke, for the beginning, readers yang setelah 3 tahun 'hampir' vakum, pasti sudah berganti konsumen. Dari jaman temen-temen SMA gue, temen HPFI gue yang rajin bacain blog. With new circle, gue yakin some of you who currently read this are my college fellas! Halo, rek! Yah, you gotta know two facts tentang gue. Pertama, gue demen banget nulis random ginian, dan yang kedua, gue selalu menggunakan "gue" dalam menulis snippet of my daily life/thoughts/atau sesuatu yang gak berbau sastra/prosa/cerita/whatever you say. Gue emg orang Tegal se-angkatan, tapi dari jaman jiwa raga gue masih nginjek di kampung, berjam-jam ngulet diatas kasur depan laptop dan nulis sesuatu, gue selalu pronounce "gue". Bukan karena itu satu-satunya supaya eksis dan dikenal, bukan karena gengsi pakai aku, tapi karena nyaman dan lebih enjoy, dan gue suka aja. (Ya somehow if you already meet me, dan membayangkan mulut gue nyeplos "gue", yakin lo pada pengin nabok).

Melihat umur, gue sekarang udah 21 tahun. 21 coy, udah bukan remaja labil yang kalau dimention gebetan langsung loncat kegirangan di kamar. Kalau dulu orang bilang, umur 17 tahun masa pencarian jati diri, gue mikir "Emang sebegitu susahnya ya gue mau jadi orang yang kaya apa?". Gue udah tau passion gue gimana, mimpi gue pengin apa aja, somehow just work and pray to make it come true. Dulu pikiran gue masih seputar yah livin your own life and be the best aja. Ternyata, buanyaaakk sekali faktor A,B,C hingga Z yang mempengaruhi lo dalam berkembang, dalam tetap menjalani passion, tetap meraih yang lo pengin. BAHKAN dalam lo bersosialisasi which gue rasa hal ini struggle terbesar gue selama 3 tahun terakhir, paling tidak.

Gue merasa perbedaan gue bersosialisasi saat gue di bangku sekolah, dan kuliah beda 180 derajat coy. Bayangin, 180 derajat, pastinya lo mikir gue emangnya ngelakuin kesalahan apa? Jangankan lo, gue aja masih bingung. Oke jadi ini yang pengin gue bahas. Bersosialisasi, bertemu teman, bertemu strangers, dan mengobrol. Lo berapa tahun sekolah sampai sesusah itu ngobrol doang sama orang? Jaman gue SD, hingga SMA dulu, gue selalu dalam circle of friendship ternyaman gue dimana setiap tahun, dikelas manapun, gue selalu dibarengi sama salah satu sahabat gue. Impactnya, sebaik/buruk apapun hari-hari lo, lo bisa langsung cuap-cuap depan sahabat lo tanpa nunggu. Gue juga temenan sama orang lain dimana hampir ga ada kesusahan sama sekali, ngobrol ya tinggal ngomong atau nimbrung. Bahkan, kalo udah mbunder ngobrol I was easily tell jokes and ended up pipi gue alot pegel dan perut temen gue sakit semua. Truly that things ever happened to me. Sekarang emang lo ga pernah? Bukan gapernah, jarang. Entah kenapa dan entah bagaimana. Dan sebenernya gue ga perlu menyesal ataupun dikasihani, mungkin itu salah satu sisi introversion yang emang sebenernya dari kecil udah ada di diri gue, tapi ketutup rapat pas gue berada di zona nyaman sama sahabat gue. Dan tumbuh kembali ketika gue di zona yang berbeda. I didn't blame that, because people are growing up, dan gue juga, dan seperti inilah proses growing up gue. Dibenarkan dengan kata-kata "semakin lo tua dan dewasa, semakin berkurang lingkaran pertemanan lo" dan dibela dengan mudah dan pelik untuk yang extrovert ataupun introvert yang dulunya punya zona nyaman kaya gue "kalo lo bisa punya temen banyak, kenapa ngga?"

I do admit it for you who wonderin, "apatis banget sih lo". Gue pernah nyesel, pernah terpuruk seburuk-buruknya, cuma karena segelintiran masalah diatas. Nyesel gue nglakuin apa dulu, dan bertanya-tanya "kenapa yang semuanya dekat kemudian menjauh?". Hati gue ga se stone cold itu men. I've been through the worst by did all things all alone and even until now. Dan seperti yang gue bilang, gue ga perlu menyesal lagi. Karena memang hidup seperti itu, karena emang karakter gue gitu, gue gabisa memaksa semua harus nyaman ke gue. I did, I was, but I'm trying so hard to make it not anymore. Setelah lelah, baru gue bisa mikir. Baru gue bisa cari inspirasi untuk solusi. And I did. Gue menemukan seseorang yang posisinya sama dengan apa yang gue alamin, and how she rose up in many way I wish I'll be. Bedanya, saat dia kuliah, mungkin dia ga mengalami socialize-struggle separah gue, atau kalaupun dia ngalamin, she could survive it better than me. I read her blog dari jaman dia labil sampai jadi orang. Sama. Sama-sama suka nulis random kehidupan yang gajelas, bedanya I do adore the way she took pictures. Elegant. Gue kurang pandai takin pictures sebagus dia. Dan dimana makin kesini, tulisan dia makin berbobot and somehow inspiring. Gue takjub, gue serasa nemu temen yang senasib namun di tahun berbeda, dan dia bisa bangkit. Gue kaya nemu astaga sekarangnya gue itu tahun 201x nya dia. Pada dasarnya emang kita orangnya introvert. Dan banyak sisi ke introversion gue (dan dia) yang teramat sangat parah. Dan sama. Bedanya Myers-Briggs gue 100% INFP. Gue gasuka ketemu orang baru, gasuka ber-haha hihi gak jelas dan keras (noted gue sakit kepala dengan keramaian orang berbicara), gasuka cepet-cepet bales text, apalagi angkat telfon, big no. Gasuka kalo harus gue yang ngomong di forum, apalagi depan publik. Dan what I decided for the last 2 years after my Dad's gone,

I CUT OUT PEOPLE IN MY LIFE

Jawaban pamungkas yang bikin gue ga berhak nyesel kenapa sekarang gue ga ada temen. Ya I did. Karena gue ngalamin hal berat tak terduga dua tahun lalu, dan siapa yang bisa tahan dengan keluhan tangisan curhatan mellow gue tiap hari? Siapa sangka emang gue kuat dengan kudu irit tapi ga jarang diajakin jalan/main/nongkrong? I thought it'll be better to save my tears alone. Tapi gue kebablasan dengan sempurna. Gue cuma berkomunikasi atau berdiskusi hal-hal dengan gin doang. Atau dengan teman-teman yang emang ada manfaatnya aja. Selebihnya, gosip, talkin' new brand, curhatan orang, atau apapun yang gue rasa gue gaperlu denger dan tau, gue cut mentah-mentah. Gue membentuk kepribadian introvert gue dengan flawless in a place where I should explore. Ketika dua tahun berlalu, dia mulai bangkit dan challenge herself untuk 'nggak seperti itu' lagi. Lagi-lagi gue ditampar, she did a lot experiences entah gimana caranya, she's lucky after all. Namun dari semua experiences dia, ada satu hal yang gue paling iri, karena itu mimpi gue dari dulu. Publish a book. Don't ask how, ask when it starts? Kalo dulu gue bisa lolosin tiga cerita ngasal gue ke kompetisi #nulisbuku di tiga buku berbeda, kenapa sekarang enggak? You're too much procastinations aja fa.

I've passed two months in 2018, sudah cukup 2 tahun yang lalu. Akan dimulai bagaimana? Entahlah. Harus seperti apa? Biarin aja pelan-pelan. Gausa tergesa-gesa. Anyway, I have Tugas Akhir to do. Stay begin, dan paling penting tetep work passionately on your passion. Karena, itu hal yang ga semua orang bisa bertahan. Termasuk gue sendiri, dalam tiga tahun terakhir. Dan lo mau meneruskan lagi, fa? 

Be happy karena lo ga sendiri yang pernah ngalamin. Dia, yang lo baca semua, gue yakin semua orang udah tau. She might be your role model. Tapi buat gue, dia adalah temen senasib seperjuangan, bukan sosok "artist" yang gue harus ikutin style-nya include become a vlogger haha karena gue emang ga ada prioritas/goals apapun untuk bikin vlog. Gue risih depan kamera, interest gue di balik layar, being a scriptwriter. 

Bye! Nantikan tulisan random gue selanjutnya!
Besok gue harus istiqomah jadi morning person, haha!
Thank you for reading

0 komentar:

Posting Komentar